0leh dan Untuk Perempuan
Dalam penyebaran Islam ada Khatijah. Dalam perang Romawi-Mesir ada peran Cleopatra, dari kerajaan Castile (Spanyol) muncul Isabella I (1451-1504) , dari tanah Inggris ada Queen Elizabeth I. Tokoh pendidikan Indonesia , Ki Hajar Dewantara tak lepas dari peran gigih Nyi Hajar Dewantara, yakni Raden Ajeng Sutartinah..Tokoh kesetaraan kaum perempuan Indonesia, RA Kartini, mengukir tinta emas untuk perjuangan kaum perempuan
Kita sebagai bangsa
Presiden pertama Republik
Namun, hingga saat ini , kenyataan yang kita hadapi, perempuan masih dianggap sebagai the second sex, warga kelas dua. Perempuan memang banyak menghadapi kendala kungkungan batas etika dan norma-norma kehidupan. Agama dan Negara pun sering bersekongkol memarginalkan perempuan. Bahkan sejumlah kajian mengenai perempuan dan hukum di
Mengutip pendapat salah seorang penyair asal Semarang, Jawa Tengah, Timur Surya Suprabana, menyikapi kegelisahan kondisi perempuan akhir-akhir ini menuturkan bahwa perempuan harus bisa menciptakan kesetaraannya sendiri. Perjuangan perempuan harus dilakukan oleh perempuan itu sendiri. Hal tersebut telah lazim dilakukan di Perancis dan Polandia. Mereka, kaum perempuan membentuk partai, pabrik, dan menegakkan hukum khusus perempuan. Bisakah di bumi
Masyarakat
Dalam kondisi seperti di atas apa kiranya yang mesti kita lakukan sebagai seorang perempuan? Perempuan memang tidak bisa mengelak dari fungsi reproduksinya yang kemudian memang mendekatkan posisi perempuan dengan wilayah seputar dapur, kasur dan sumur. Pekerjaan yang menyertainya memang dalam lingkup wilayah domestik yang tidak dihargai dengan materi. Hal ini memang berbeda dengan kebanyakan laki-laki yang pekerjaannya berkisar di wilayah publik yang berimbas pada materi, prestasi dan prestise. Maka tak mengherankan jika ada pepatah mengatakan wanita iku, swarga nunut, nraka katut. Dari pepatah itu perempuan seolah hanya sebagai pelengkap penderita. Tak bisa dipungkiri, dari sebutan saja , O itu Bu Bambang ta? Istrinya pak Bambang. Jarang kita temui O itu to Pak Surtinah, suaminya Bu Surtinah. Namun kita sebagai perempuan tak perlu berkecil hati. Di mana pun posisi kita, baik di wilayah publik atau pun domestik tetap memberi atmosfer pada keberhasilan baik anak-anak, keluarga, dan laki-laki yang pada muaranya perempuanlah yang memberi warna terhadap peradaban suatu bangsa.
Will Durant, seorang ahli sejarah pernah mengatakn bahwa abad ini merupakan abad kebangkitan kaum perempuan. Gempita kemunculan perempuan pada segala lapangan kehidupan ini membuat ramalan para futurist menjadi benar. Dalam Megatrend 2000 Naisbitt misalnya, mencatat gelombang besar yang akan terjadi pada abad ke-21, yang salah satunya adalah tentang ketokohan perempuan. Gemuruh kebangkitam perempuan ini sepertinya akan terus membesar sejalan dengan perubahan dunia , khusunya perubahan cara pandang perempuan itu sendiri.
Dewasa ini sudah banyak jumlah perempuan yang tampil menjadi pemimpin dunia. Sebut saja Indira Gandi dari India, Golda Meir dari Israel, Gloria Macapagal Arroyo dari Pilipina, Begum Khaleeda Zia dari Bangladesh, Benazir Butto dari Pakistan, dan Indonesia pernah dipresideni seorang wanita, Megawati Sukarno Putri. Bagaimana kiprah mereka? Bisakah mereka menjalani fungsi ganda, berkiprah di wilayah publik dan tetap harmonis dalam wilayah domestik? Inilah kehebatan perempuan. Perempuan perkasa. Perempuan yang menjadi wanita dan menjadi seorang IBU. Seperti apa gambaran perempuan semacam itu? Tentu saja memiliki kepribadian seorang perempuan. Perempuan yang telah menikah akan menjadi seorang istri. Jika istri telah menjalani fungsi reproduksinya maka perempuan itu akan menjadi seorang ibu. Apa konsekuensi seorang ibu? Seorang ibu adalah sosok perempuan yang selalu mendidik dan mendorong anak-anaknya untuk bisa mandiri dan memiliki rasa percaya diri. Perempuan yang sesungguhnya perempuan juga memiliki semangat dan keinginan yang kuat, sekuat besi dan baja. Mengapa Margareth Teacher dari Inggrris disebut wanita bertangan besi? Ya, karena dia punya kemauan dan keinginan yang kuat, ” You may have to fight a battle more than once in order to win it”, merupakan pernyataannya yang menunjukkan keinginan yang kuat dari tokoh dunia tersebut.
Apa konsekuensi dari keinginan yang kuat semacam itu. Apakah sekedar keinginan semata? Tentu tidak bukan?Keiginan yang kuat untuk berhasil perlu ditunjang dengan memperhitungkan dengan teliti semua hal yang dilakukan, mempertimbangkan berbagai faktor, mendengarkan pendapat dan pandangan dari berbagai pihak, dan memikirkan berbagai alternatif yang mungkin diperoleh baik yang terbaik maupun yang terburuk sekalipun. Perempuan juga mesti mempunyai sifat pemberani, punya kepercayaan diri, tekad yang kuat, serta keberanian menciptakan perubahan positif baik untuk lingkup keluarga maupun masyarakat luas. Pramoedya memberi resep melalui tokoh ciptaannya dalam Bumi Manusia yakni, ”Nyai” seorang perempuan yang tertindas karena budaya dan karena laki-laki yakni dengan usaha keras dan terus-menerus belajar. Karena hanya dengan belajar keras kita dapat melawan penghinaan, kebodohan, dan kemiskinan
Di era sekarang, sebagian orang ada yang berpendapat bahwa abad ini abad perempuan, dan sebagian besar penduduk juga berjenis perempuan, tak perlu kiranya laki-laki merasa terlampaui dan terabaikan, Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan agar di antara keduanya saling memahami, saling membutuhkan. Perempuan tetaplah perempuan yang membutuhkan laki-laki. Demikian pula laki-laki, mereka tatap membutuhkan kehadiran perempuan. ” Hidup memberikan segala pada barang siapa tahu dan pandai menerima”.
Kutoarjo, 26 November 2008
Partinem, MS. , Guru Basindo SMA 1 Purworejo