Minggu, 23 Agustus 2009

bidadari

Andai aku bisa menulis puisi, kan kurangkai buaian surga untukmu. Jika ada hasrat ini untuk berpuisi, pasti hanya rona cantik wajahmu menuntun ujung penaku. Bila tak lagi bisa aku merenda larik puisi, kuberharap seuntai mimpi atas dirimu. Dan kini, semua sirna dalam sayup-sayup lemah khayalku. Bidadari, adakah kau tahu?

Selasa, 05 Mei 2009

Singkatan dan Akronim dalam Pesta Demokrasi

Pemilihan Caleg baru saja usai. Tetapi bekas-bekasnya, dampak dan ekses yang ditimbulkan belum juga surut. Carut-marut pencontrengan--alih-alih 'penyontrengan'--, penggelembungan suara, sampai-sampai hingar-bingar RSJ gara-gara caleg stress, masih meramaikan media, lebih-lebih media TV. Ah, memikirkan masalah remeh-temeh itu, menambah beban kita yang sudah 'diplekotho' oleh bobroknya sistem pendidikan di negeri ini (yang menjadi tim sukses UN, jangan tersinggung lho!)

Namun ada yang menarik setiap ajang besar itu digelar. Lebih-lebih karena pilpres sebentar lagi digelar. Jutaan kamera, baik kamera elektronik maupun kamera made in Sang Sutradara--maksudnya mata kita-- akan tak berkedip menyaksikannya. Bagi saya, guru bahasa Indonesia, ketertarikan itu bukan karena kampanyenya yang ramai atau hebohnya 
serangan 
fajar, melainkan secara naluriah tergelitik oleh penggunaan bahasa kampanyenya.  
Masih ingat tidak, 
sejak kapan kita memanggil Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla dengan panggilan SBY-JK? Lalu yang lain pun ikut, ada Mutiara pada pilgub Jateng lalu, ada juga HB dan Panji di Pilgbup Temanggung, kota saya. (Seingat saya, sebelum era SBY, belum ada yang berani menyingkat-nyingkat nama tokoh politik).

Sesungguhnya bagaimana kaidah penyingkatan nama atau akronimisasi nama-nama tersebut? Terlepas dari aturan yang ada, kita patut berbangga karena para calon-calon itu masih menghargai etika dan estetika penyingkatan. Mereka memilih singkatan yang baik dan sopan. Bagaimana mungkin jika calonnya Sumanto- Sulastri disingkat Susu? Secara etis dan estetis, kemungkinan yang muncul adalah S2 atau 2S atau SumanTri? Andaikan calon yang muncul Bambang dan Duta, kira-kira akronimnya apa? Badut, Bata, BD, DB, atau Bangdut? Bila jago kita Kasmin dan Dalimin? Ah, entahlah. Yang jelas GURU BAHASA sudah saatnya dilibatkan pada urusan kampanye ini. Biar guru-guru ini menjadi tim kreatifnya. Semakin bagus singkatannya, semakin mudah diingat, dan semakin estetis diksinya, insyaAllah, masyarakat pun akan mudah menghafalnya. Dan ketika pencontrengan tiba, nama-nama itu ada di luar kepala.

Kira-kira bagaimana inisiatif saya ini, Mas Resi? Bila ada parpol yang tertarik dengan ide saya dan membutuhkan tim kreatif, silakan kirim pos-el: s_macantmg@yahoo.com) Bisa juga lewat Buku Wajah(?) *** Bowo Tmg

Senin, 04 Mei 2009

PARTY DOLL

Walah ... walah ... gayane, puool. Dumeh bar dinobatkan sebagai Guru Berprestasi 2009. Selamat ya, moga-moga bisa nututi jejak mas Azis. Salam buat beliau. Puisi-puisinya lumayanlah, tapi ada beberapa yang terpengaruh puisi, gaya, atau diksi puisi sastrawan.

Ya, Allah, kapan lagi kami dipertemukan dengan para sahabat ini??


Resi Bisma Jateng: puisi bu lurah

Resi Bisma Jateng: puisi bu lurah

Rabu, 21 Januari 2009

MENULIS ESAI

Esai, Panduan Menulis, Tips dan Trik, dan Langkah Membuat Esai

Apakah Esai itu?
Sebuah esai adalah sebuah komposisi prosa singkat yang mengekspresikan opini penulis tentang subyek tertentu. Sebuah esai dasar dibagi menjadi tiga bagian: pendahuluan yang berisi latar belakang informasi yang mengidentifikasi subyek bahasan dan pengantar tentang subyek; tubuh esai yang menyajikan seluruh informasi tentang subyek; dan terakhir adalah konklusi yang memberikan kesimpulan dengan menyebutkan kembali ide pokok, ringkasan dari tubuh esai, atau menambahkan beberapa observasi tentang subyek.
Apa yang membedakan esai dan bukan esai? Untuk menjawab pertanyaan ini dapat dilakukan dengan merujuk pendapat-pendapat atau rumusan-rumusan yang telah ada, tetapi pendapat-pendapat atau rumusan-rumusan yang telah ada sering kali masih tidak lengkap dan kadang bertolak belakang sehingga masih mengandung kekurangan juga. Misal mengenai ukuran esai, ada yang menyatakan bebas, sedang, dan dapat dibaca sekali duduk; mengenai isi esai, ada yang menyatakan berupa analisis, penafsiran dan uraian (sastra, budaya, filsafat, ilmu); dan demikian juga mengenai gaya dan metode esai ada yang menyatakan bebas dan ada yang menyatakan teratur.
Penjelasan mengenai esai dapat lebih "aman dan mudah dimengerti" jika ditempuh dengan cara meminjam pembagian model penalaran ala Edward de Bono. Menurut De Bono, penalaran dapat dibagi menjadi dua model. Pertama, model penalaran vertikal (memusatkan perhatian dan mengesampingkan sesuatu yang tidak relevan) dan kedua model penalaran lateral (membukakan perhatian dan menerima semua kemungkinan dan pengaruh).
Dari pembagian model penalaran ini, esai cenderung lebih mengamalkan penalaran lateral karena esai cenderung tidak analitis dan acak, melainkan dapat melompat-lompat dan provokatif. Sebab, esai menurut makna asal katanya adalah sebuah upaya atau percobaan yang tidak harus menjawab suatu persoalan secara final, tetapi lebih ingin merangsang. Menurut Francis Bacon, esai lebih sebagai butir garam pembangkit selera ketimbang sebuah makanan yang mengenyangkan.
Sejarah Esai
Esai mulai dikenal pada tahun 1500-an dimana seorang filsuf Perancis, Montaigne, menulis sebuah buku yang mencantumkan beberapa anekdot dan observasinya. Buku pertamanya ini diterbitkan pada tahun 1580 yang berjudul Essais yang berarti attempts atau usaha. Montaigne menulis beberapa cerita dalam buku ini dan menyatakan bahwa bukunya diterbitkan berdasarkan pendapat pribadinya. Esai ini, berdasarkan pengakuan Montaigne, bertujuan mengekspresikan pandangannya tentang kehidupan.
Lalu bagaimana pengertian esai menurut Montaigne? Montaigne menuliskan sikap dan pandangannya mengenai esai melalui deskripsi-deskripsinya yang tersirat, sahaja, rendah hati tetapi jernih dalam sebuah kata pengantar bukunya: "Pembaca, ini sebuah buku yang jujur. Anda diperingatkan semenjak awal bahwa dalam buku ini telah saya tetapkan suatu tujuan yang bersifat kekeluargaan dan pribadi. Tidak terpikir oleh saya bahwa buku ini harus bermanfaat untuk anda atau harus memuliakan diri saya. Maksud itu berada di luar kemampuan saya. Buku ini saya persembahkan kepada para kerabat dan handai taulan agar dapat mereka manfaatkan secara pribadi sehingga ketika saya tidak lagi berada di tengah-tengah mereka (suatu hal yang pasti segera mereka alami), dapatlah mereka temukan di dalamnya beberapa sifat dari kebiasaan dan rasa humor saya, dan mudah-mudahan, dengan cara itu, pengetahuan yang telah mereka peroleh tentang diri saya tetap awet dan selalu hidup" (dari "To The Reader").
Kemudian, pada tahun 1600-an, Sir Francis Bacon menjadi Esais Inggris pertama. Bukunya berjudul Essay. Bentuk, panjang, kejelasan, dan ritme kalimat dari esai ini menjadi standar bagi esais-esais sesudahnya. Ada beberapa esai yang formal, dan ada beberapa esai lain yang bersifat informal. Bentuk esai informal lebih mudah ditulis karena lebih bersifat personal, jenaka, dengan bentuk yang bergaya, struktur yang tidak terlalu formal, dan bertutur. Bentuk esai formal lebih sering dipergunakan oleh para pelajar, mahasiswa dan peneliti untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Formal esai dibedakan dari tujuannya yang lebih serius, berbobot, logis dan lebih panjang.
Di Indonesia bentuk esai dipopulerkan oleh HB Jassin melalui tinjauan-tinjauannya mengenai karya-karya sastra Indonesia yang kemudian dibukukan (sebanyak empat jilid) dengan judul Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei (1985), tapi Jassin tidak bisa menerangjelaskan rumusan esai.
Tipe Esai
Esai Deskriptif
Esai deskriptif biasanya bertujuan menciptakan kesan tentang seseorang, tempat, atau benda. Bentuk esai ini mencakup rincian nyata untuk membawa pembaca pada visualisasi dari sebuah subyek. Rincian pendukung disajikan dalam urutan tertentu (kiri ke kanan, atas ke bawah, dekat ke jauh, arah jarum jam, dll). Pola pergerakan ini mencerminkan urutan rincian yang dirasakan melalui penginderaan.
Esai ekspositori
Esai ini menjelaskan subyek ke pembaca. Biasanya dilengkapi dengan penjelasan tentang proses, membandingkan dua hal, identifikasi hubungan sebab-akibat, menjelaskan dengan contoh, membagi dan mengklasifikasikan, atau mendefinisikan. Urutan penjelasannya sangat bervariasi, tergantung dari tipe esai ekspositori yang dibuat. Esai proses akan menyajikan urutan yang bersifat kronologis (berdasarkan waktu); esai yang membandingkan akan menjelaskan dengan contoh-contoh; esai perbandingan atau klasifikasi akan menggunakan urutan kepentingan (terpenting sampai yang tak penting, atau sebaliknya); esai sebab-akibat mungkin mengidentifikasi suatu sebab dan meramalkan akibat, atau sebaliknya, mulai dengan akibat dan mencari sebabnya.
Esai naratif
Menggambarkan suatu ide dengan cara bertutur. Kejadian yang diceritakan biasanya disajikan sesuai urutan waktu. Esai persuasif bersuaha mengubah perilaku pembaca atau memotivasi pembaca untuk ikut serta dalam suatu aksi/tindakan. Esai ini dapat menyatakan suatu emosi atau tampak emosional. Rincian pendukung biasanya disajikan berdasarkan urutan kepentingannya.
Esai dokumentatif
Memberikan informasi berdasarkan suatu penelitian di bawah suatu institusi atau otoritas tertentu. Esai ini mengikuti panduan dari MLA, APA, atau panduan Turabian.
Panduan Dasar Menulis Esai, tunggu edisi berikutnya ! oke

Selasa, 20 Januari 2009

NOVEL

Lintang Kemukus
By Ahmad Tohari
Episode 3
Adalah matera; susunan kata-kata yang menyalurkan sugesti dan kekuatan alam melalui jalur nonfisika dan bebas dari hukum-hukum tentang energi maupun mekanika yang biasa. Kekuatan itu tak terelakkan kecuali oleh kekuatan lain yang segaris namun berlawanan arah. Dan, mantera yang dipasang oleh Nyai Kertareja secara tak sengaja telah mendapat tandingannya. Yaitu ketika suatu malam Srintil ingin kencing. Karena malas keluar kamar Srintil memilih salah satu sudut kamar tidurnya sebagai tempat melepas hajat. Di sana ada bagian lantai yang gembur bekas cungkilan baru. Adalah layak bila Srintil menganggap bagian tanah tersebut bisa dikencingi karena cepat meresap air, tak peduli di tempat itulah Nyai Kartareja menanam telur wukan yang telah dimanterainya. Tanpa disadarinya Srintil melumpuhkan mantera yang ditujukan kepadanya.
Sudah dua kali Srintil menolak naik pentas. Perbuatan yang sangat mengecewakan suami-istri Kartareja dan terutama orang yang mengundangnya, oleh Srintil hanya diberi dalih enteng: malas!
Tetapi Srintil tidak malas melakukan perbuatan yang lucu di mata orang-orang Dukuh Paruk; bercengkerama dengan anak-anak gembala yang kebanyakan masih bertelanjang badan. Tanpa canggung Srintil ikut berlari-lari menghalau kambing. Atau duduk di bawah pohon dan membantu anak-anak gembala membuat layang-layang dari daun gadung. Srintil bisa menyatu dengan kegembiraan anak-anak yang menjadi lebih ceria karena mendapat teman bermain istimewa. Mula-mula anak-anak gembala itu merasa rikuh namun akhirnya mereka cepat akrab.
"Dulu saya juga seperti kalian, senang bermain-main di tegalan sambil menggembala kambing," kata Srintil. Tangannya sibuk membuat mainan baling-balik dari daun kelapa.
"Kakak juga pintar menangkap capung dengan getah nangka?" tanya seorang anak.
"Ah, itu gampang. Kalau mau dengan getah nangka malah bisa menangkap burung kedasih," jawab Srintil dengan gaya seorang ibu yang bijak.
"Pernah seperti ini?" kata seorang anak lainnya yang membawa tahi sapi kering yang membara sebagian. Di atas bara itu ada seekor jarigkrik yang sedang dibakar. Srintil tersenyum.
"Oh, tentu saja. Aduh, gurih nian jangkrik bakar itu, bukan?"
"Kakak mau? Silakan ambil."
"Boleh?"
"Ambillah!"
Anak-anak memperhatikan dengan minat yang penuh ketika Srintil mengunyah jangkrik yang dibakar dalam bara tahi sapi kering itu. Semacam lambang keakraban, dan anak-anak gembala itu bersorak-sorai. Seorang yang paling besar di antara mereka maju mendekati Srintil. Di tangannya ada bambu seruas.
"Benar juga, Kakak rupanya dulu suka bermain-main seperti kami. Tetapi apakah Kakak bisa menebak isi tabung ini?"
"Gangsir," jawab Srintil setelah mencoba berpikir.
"Bukan."
"Buah salam."
"Bukan."
"Kepik hijau."
"Bukan."
"Nah, aku menyerah."
"Betul?"
"Ya."
Anak gembala itu membalikkan tabung hingga isinya jatuh ke tanah. Srintil menjerit dan melompat, tepat seperti gadis kecil yang ketakutan. Seekor ular angon merayap bebas setelah sekian lama terkurung dalam tabung bambu. Sekali lagi terdengar sorak-sorai anak-anak gembala. Srintil mengejar si Nakal, mencubit pahanya. Anak itu meringis, namun kelihatannya dia tidak menyesal bila Srintil terus mencubitnya.
Suatu ketika Srintil merasa benar-benar ingin menyendiri. Jenuh mendekam dalam kamarnya ronggeng itu keluar menuju tepian dukuh. Di sana, di bawah pohon nangka Srintil dahulu menghabiskan sebagian besar waktu bermainnya. Dipungutnya selembar daun yang jatuh lalu diremasnya. Aneh, Srintil merasa ada sesuatu yang terlampiaskan ketika daun yang tak bersalah itu remuk dalam genggamannya.
Tidak jauh dari tempat itu dua ekor anak kambing melompat-lompat dalam gerakan yang amat lucu. Kemudian mereka berlomba mencari selangkangan induknya buat menetek. Ulah kedua kambing itu kelihatan kasar. Tetapi induk mereka membiarkan tetek yang menggembung penuh daya hidup itu diperah dan disodok-sodok. Srintil memperhatikan perilaku induk dan anak itu tanpa kedipan mata. Srintil tersenyum. Kali ini senyumnya disertai oleh kontraksi kelenjar teteknya sendiri serta rangsangan aneh pada urat-urat sekitar rahim. Tiba-tiba hasrat hendak memeluk seorang bayi mendesaknya demikian kuat. Hampir pada saat yang sama rasa cemas karena mungkin Nyai Kartareja dengan caranya sendiri telah mematikan indung telur dalam perut Srintil membuat ronggeng itu sesak napas. Perang yang seru terjadi dalam dadanya yang ditandai dengan sepasang garis basah yang turun dari mata ke pipi Srintil. Ada sebuah pertanyaan yang buat kali pertama muncul di hatinya; mengapa diriku seorang ronggeng? Pertanyaan itu datang dari perkiraan Srintil; kalau dia bukan seorang ronggeng Rasus takkan meninggalkannya dengan cara begitu saja.
Khayalan Srintil terkacau oleh deru sepeda motor yang memasuki Dukuh Paruk. Di kecamatan Dawuan dan sekitarnya hanya ada dua kendaraan seperti itu. Yang satu milik siten wedana, lainnya milik Marsusi, seorang kepala perkebunan karet Wanakeling. Siapa pun di antara keduanya yang bersusah payah datang ke Dukuh Paruk, rasanya hanya untuk satu tujuan. Srintil tertegun sejenak lalu bangkit dan berjalan mengendap-endap menjauhi rumahnya. Pelarian kecil itu berakhir di puncak bukit pekuburan Dukuh Paruk yang menerimanya dalam kesunyian.
Ada celeret melayang dari satu pohon ke pohon tanpa suara. Ada kucica betina sibuk membawa kapuk bunga gelagah untuk bantalan sarangnya. Di dekat sebuah batu nisan seekor tabuan sedang menarik-narik ulat besar yang sudah dilumpuhkannya. Dan Srintil terkejut ketika terdengar suara tokek dari bubungan cungkup makam Ki Secamenggala.

IKUTI EDISI 4

Minggu, 11 Januari 2009

Jenis-jenis paragraf

Mari kita isi ruang ini dengan berbagai jenis paragraf beserta contoh dan jika perlu ditambahi analisisnya, bagaimana? Siapkah? Mbahrus Smaracaturslo

Label: